Saat Kamu Membandingkan Diri mu Dengan Orang Lain, Maka Pada Saat Itulah Kamu Sedang Merendahkan Dirimu Sendiri...

Sabtu, 05 Mei 2012

Teruntuk yg pernah terjatuh dalam dosa besar : Membunuh, Berzina, Mabuk, Makan Riba, Merampas, Mencuri…


Manusia bukanlah robot, manusia juga bukan malaikat, manusia adalah manusia yang kita bisa merasakannya. Seperti apa kenyataan kita dan kenyataan orang orang yang kita saksikan, itulah kenyataan manusia. Manusia memiliki peluang untuk terjatuh sebagaimana dia juga memiliki peluang untuk bangkit. Manusia juga memiliki peluang untuk kafir sebagaimana dia juga punya peluang untuk beriman. Manusia memiliki peluang untuk memasuki neraka sebagaimana dia juga punya peluang memasuki surga.

Seorang Muslim dalam kehidupannya boleh jadi melakukan banyak dosa. Sebagian mereka mungkin pernah terjatuh dalam perbuatan dosa besar seperti membunuh, berzina, memakan riba, mabuk, mencuri/merampas harta orang lain, dll.

Meski demikian, Allah SWT sesungguhnya Maha Pengampun bagi siapa saja yang ingin bertobat, tentu dengan tawbat[an] nashuha (tobat yang sungguh-sungguh), dengan memenuhi sejumlah syarat: memohon ampunan kepada Allah SWT dengan sungguh-sungguh (dengan banyak ber-istighfar); menyesal dengan penyesalan yang mendalam; bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa yang pernah dilakukan; rela menerima hukuman (jika terkait dosa besar seperti mencuri, berzina, membunuh, dll); meminta maaf dan mengembalikan hak (jika terkait dosa kepada-atau melanggar hak-orang lain).

Karena itu, sebetulnya tidak selayaknya seorang Muslim berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah SWT, karena Allah SWT sendiri berfirman (yang artinya): Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS az-Zumar [39]: 53).

Allah SWT pun berfirman (yang artinya): Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu (TQS al-A’raf [7]: 157).

Selain banyak ayat yang serupa, juga terdapat sejumlah hadits yang sejatinya memberikan harapan kepada setiap Muslim karena begitu luasnya rahmat Allah SWT. Baginda Rasulullah SAW, misalnya, bersabda, “Siapa saja yang bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, maka Allah mengharamkan neraka atas dirinya.” (HR Muslim).

Bagaimana luasnya rahmat Allah SWT juga tersirat dalam sabda Baginda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits qudsi yang berbunyi, “Allah SWT berfirman: “Siapa saja yang datang membawa kebajikan, bagi dirinya pahala sepuluh kali lipat atau lebih banyak. Siapa saja yang datang membawa keburukan, maka balasan keburukan itu adalah keburukan yang serupa atau Aku ampuni.” (HR Muslim).

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah menjadikan rahmat-Nya menjadi seratus bagian. Allah menetapkan rahmat itu tetap di sisi-Nya sebanyak 99 bagian dan menurunkan rahmat itu ke bumi satu bagian saja. Dengan sebab satu bagian itu berbagai makhluk bisa saling menyayangi…”

Dalam riwayat lain dinyatakan, “Sesungguhnya Allah SWT memiliki seratus rahmat. Satu di antaranya diturunkan di tengah-tengah jin, manusia, binatang…” (HR Mutaffaq ‘alaih).

Dalam hadits lain juga dinyatakan, “Allah SWT memiliki seratus rahmat. Satu rahmat di antaranya menjadikan berbagai makhluk menyayangi satu sama lain, sementara 99 rahmat (diberikan) pada Hari Kiamat.” (HR Muslim).

Sebagaimana rahmat Allah SWT begitu luas, demikian pula ampunan-Nya. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda, “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya. Seandainya kalian tidak berbuat dosa, Allah pasti melenyapkan kalian, lalu mendatangkan kaum yang lain yang berbuat dosa, kemudian mereka meminta ampunan kepada Allah, lalu Allah pun mengampuni mereka.” (HR Muslim).

Rasulullah SAW makhluk yang berbuat dosa, lalu mereka memohon ampunan kepada-Nya, kemudian Allah mengampuni mereka.” (HR Muslim).

Menurut Ibn Malik, hadits ini tidak berarti mendorong manusia untuk berbuat dosa, tetapi untuk meluaskan dada sebagian sahabat Nabi SAW yang merasa sempit karena begitu besarnya rasa takut mereka akan dosa-dosa mereka hingga sebagian mereka ada yang lari ke puncak-puncak gunung untuk fokus hanya beribadah dan sebagian lain menjauhi (tidak mau menikahi) kaum wanita (Muhammad bin ‘Allan, Dalil al-Falihin, II/265). Intinya, hadits ini menyadarkan kita betapa luasnya ampunan Allah SWT sehingga mendorong kita untuk selalu berharap ampunan-Nya tanpa harus berputus-asa.

Begitu luasnya ampunan Allah SWT, juga tergambar dalam sabda Baginda Rasulullah SAW yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah senantiasa membentangkan tangan-Nya sepanjang malam untuk mengampuni para pendosa pada siang harinya; Allah pun membentangkan tangan-Nya sepanjang siang untuk mengampuni para pendosa pada waktu malamnya; (hal ini berlangsung) hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya.” (HR Muslim).

Karena itu, tak ada alasan bagi siapapun untuk berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah SWT. Sebaliknya, hendaknya setiap diri kita senantiasa bersungguh-sungguh mengharap rahmat dan ampunan Allah SWT. Hanya saja, rahmat dan ampunan Allah SWT tentu hanya akan Allah SWT berikan kepada mereka yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah SWT dengan berusaha menjalankan semua perintah-Nyaq dan menjauhi segala larangan-Nya.

Jangan Berputus Asa Dari Rahmat Allah

Tiada kesempurnaan kecuali hanya milik Allah semata. Begitu juga dalam hal perbuatan, tiada manusia yang terlepas dari kesalahan dan dosa kecuali mereka yang telah Allah karuniakan kepadanya sifat maksum (terhindar dari dosa). Yaitu, Rasulullah  dan para rasul-rasul Allah yang lainnya. Sudah menjadi sunatullah atas
setiap hambaNya untuk melakukan kesalahan dan dosa. Akan tetapi, sebaik-baik dari mereka adalah yang bertaubat. Yakni, bersegera menyadari kesalahan dan dosa yang
telah diperbuat kemudian memohon ampunan atasnya dan berusaha menjaga diri untuk tidak mengulanginya di lain kesempatan.

Rasulullah bersabda dalam haditsnya, “Setiap anak Adam itu berbuat kesalahan (dosa), namun sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah orang yang bertaubat”. (HR. At-Tirmidzi 2499 dan Ibnu Majah 4251)

Taubat ialah kembali dari keadaan jauh dari Allah menuju kepada kedekatan denganNya. Yaitu, kembalinya seorang hamba kepada Allah setelah sebelumnya ia lalai bahkan bermaksiat kepadaNya kemudian bersegera mengakui kesalahan dan dosanya serta mengharapkan ampunan Allah atas perbuatan itu. Taubat itu mencakup seluruh perbuatan dosa dan kemaksiatan, baik yang lahir maupun yang batin. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa dosa-dosa yang batin bahayanya senantiasa lebih besar daripada dosa yang lahir. Karena, dosa yang lahir adalah nampak dan akan segera diketahui. Sedangkan yang batin adalah tersembunyi dan hanya diketahui setelah adanya perenungan dan timbulnya kesadaran.

Ibnu Atha’illah as-Sakandari membagi taubat kedalam dua ketegori, yaitu: taubat inabah, yaitu seorang hamba bertaubat karena takut dari siksaan. Dan taubat istijabah, yaitu seorang hamba bertaubat karena malu terhadap kedermawanan Allah. Perbuatan taubat mensyaratkan beberapa hal sebagaimana yang dikatakan oleh Imam An-Nawawi, “ para ulama’ berkata, ‘bertaubat dari setiap dosa wajib dilakukan.

Apabila kemaksiatan yang dilakukan seorang hamba ialah maksiat antara antara dirinya dengan Allah dan tidak ada kaitannya dengan hak anak Adam, ada tiga syarat (yang harus terpenuhi) : (1.) Meninggalkan kemaksiatan tersebut. (2.) Menyesali atas perbuatannya. (3.) Bertekad untuk tidak mengulangi kemaksiatan itu untuk selama-lamanya”. Adapun kalau kemaksiatan itu berkaitan dengan hak anak Adam, maka syaratnya ditambah dengan membebaskan dirinya dari hak-hak pemiliknya. Kalau hak-hak itu berupa harta atau yang semisal, ia harus mengembalikan kepada pemiliknya. Kalau berkaitan dengan menggunjing orang lain dan yang semisalnya, maka ia harus mendapat jaminan darinya atau meminta maaf. Kesemuanya bertumpu pada keteguhan hati dalam menjalani proses taubatnya. Perumpamaannya adalah seperti
orang sakit yang sudah tahu bahwa buah-buahan bisa membuat penyakitnya bertambah parah. Lalu dia teguh hati untuk tidak memakan sedikit pun buah-buahan selagi dia masih sakit. Dan semua syarat tersebut haruslah terpenuhi. Kalau salah satu darinya tiada, maka taubatnya belum dianggap sah.

Diantara salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan taubat adalah bersegera dalam melakukannya. Allah  berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nashuha (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabb-mu akan menutupi
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu kedalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai….” (QS At-Tahrim: 

Di dalam ayat yang mulia ini, Allah memberikan dorongan kepada hamba-hambaNya yang beriman agar bertaubat dengan tubatan nashuha. Maksudnya, taubat yang sebenar-benarnya, yang dalam taubatnya tersebut orang yang melakukan dosa tak akan mengulanginya lagi. Selain itu, Allah juga menyebutkan balasan bagi orang yang bertaubat kepadaNya. Pertama, dosa-dosanya akan ditutupi. Kedua, ia akan dimasukkan kedalam jannah.

“… Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS An-Nuur: 31) “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Rabbmu dan mendapatkan surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau mendzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosanya,… (135) (QS Ali Imron:133-135)

Akan tetapi, yang musti disayangkan adalah adanya sekelompok manusia yang sebenarnya mereka menyadari kesalahan dan dosa yang mereka lakukan, tetapi mereka merasa merasa sudah kepalang basah dan pesimis akan adanya ampunan dari Allah. Mereka menyangka bahwa dosanya yang sudah sedemikian besar sehingga tidak mungkin lagi untuk dimaafkan. Sungguh persangkaan seperti ini adalah persangkaan yang salah dan menyimpang dari apa yang diajarkan islam. Bahkan, bisa jadi ini adalah bentuk makar dan tipu daya setan untuk senantiasa menyesatkan manusia dari jalan kebenaran.

Apakah belum sampai kepada mereka kisah tentang taubatnya orang yang telah membunuh 99 orang, yang dalam prosesnya menjumpai seorang rahib untuk meminta petunjuk dan nasehat. Tetapi, bukannya nasehat yang dia dapatkan melainkan vonis bersalah. Maka, dia pun membunuhnya dan genaplah menjadi 100 orang jumlah yang terbunuh olehnya. Tapi yang musti dicatat, bahwa dia tidak berhenti sampai di sini. Dia terus berusaha mencari cara bertaubat dengan mendatangi rahib lainnya untuk meminta petunjuk.

Akhirnya, dia menemukan seorang rahib yang alim yang setelah dia menceritakan kisahnya sang rahib mengkhabarkan bahwa ampunan dan rahmat Allah lebih luas dibandingkan dengan dosa yang dia lakukan. Sang rahib kemudian mensyaratkan kepadanya dalam menjalani proses taubat untuk meninggalkan kampungnya yang rusak dan berhijrah menuju kampung yang baik. Ternyata di tengah perjalanan Allah berkehendak untuk mengambil nyawanya. Disini terjadi perdebatan antara malaikat rahmat dan adzab. Kemanakah dia akan dibawa, mendapat nikmat ke jannah atau dilemparkan dalam siksa api neraka dikarenakan proses pertaubatan yang belumlah selesai. Akhirnya datanglah malaikat yang lainnya yang menjadi penengah dan menyarankan untuk mengukur jarak yang telah ditempuh olehnya. Jika lebih dekat kapada tempat asalnya maka dia dibawa oleh malaikat adzab, tetapi jika lebih dekat dengan tempat tujuannya dia dibawa oleh malaikat rahmat. Singkat cerita, setelah diukur ternyata dia lebih dekat dengan tempat tujuan dan akhirnya dia di bawa oleh malaikat rahmat untuk mendapatkan nikmat.

Kisah ini seharusnya menjadi sebuah pelajaran yang berharga bahwa tidak sepantasnya bagi kita untuk berputus asa akan rahmat dan ampunan Allah. Bahkan sebaliknya, kita harus selalu optimis dan berbaik sangka kepadaNya. Tetapi, kita juga tidak boleh menafikan bahwa usahalah yang menjadi tolok ukur keberhasilan atas setiap perbuatan hamba, termasuk didalamnya taubat.

Firman Allah SWT : “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisaa’:110) Dan firmanNya : “ … Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS Al-Baqarah: 222)

Rasulullah SAW bersabda: “Sekiranya kalian telah berbuat kesalahan(dosa) hingga sesalahan kalian mencapai langit, kemudian kalian bertaubat. Sungguh Allah akan menerima taubat kalian.” (HR Ibnu Majah 4258, Al-Albani berkata ‘hasan shohih’)

Doa Ashabul Kahfi: Memohon Rahmat dan Bimbingan Allah Saat Terancam

“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”.” (QS. Al-Kahfi: 10)

Doa di atas dibaca para pemuda Ashabul Kahfi saat memasuki goa. Mereka berlindung ke dalamnya karena khawatir akan keselamatan agama mereka. Karena raja yang berkuasa di daerah tempat tinggal mereka membenci dan memusuhi keyakinan para Ashabul Kahfi.

Banyak mufassirin generasi salaf dan khalaf yang menyebutkan, para pemuda tersebut terdiri dari anak-anak raja Romawi dan orang-orang terhormat mereka yang bersatu karena iman. Saling bantu-membantu menegakkan ibadah kepada Allah semata dalam tempat ibadah yang mereka bangun bersama. Terus bertahan demikian sehingga mereka diketahui oleh kaumnya. Kemudian mereka dilaporkan kepada raja mereka. Sang raja memanggil mereka untuk datang menghadap kepadanya. Lalu ia bertanya tentang hal ihwal dan kegiatan mereka. Lalu mereka menjawab dengan sebenarnya dan mengajak raja itu untuk menyembah Allah Ta’ala.

وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا هَؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آَلِهَةً لَوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا

“Dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”. Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih lalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (QS. Al-Kahfi: 14-15)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala berfirman: Kami jadikan mereka bersabar atas tindakannya menentang kaum mereka sendiri, meninggalkan kampung halaman mereka dan meninggalkan kehidupan yang enak, kebahagiaan, dan kenikmatan.”

Sesudah mereka menyeru raja untuk beriman kepada Allah, maka raja menolak seruan tersebut. Bahkan ia mengancam mereka dan menyuruh menanggalkan pakaian yang mereka kenakan, yang padanya terdapat perhiasan kaumnya. Kemudia ia memberikan waktu kepada mereka untuk berpikir supaya rela meninggalkan keyakinan mereka.

Kemudian Allah menurunkan rahmat dan kasih sayangnya kepada para pemuda Ashabul Kahfi, di mana pada masa penangguhan itu mereka berhasil melarikan diri demi mempertahankan agama yang dianutnya dari fitnah. Lalu mereka ber’uzlah, dan Allah menurunkan ilham-Nya kepada mereka agar berlindung ke dalam gua, mencari tempat di sana sehingga raja dan kaumnya kehilangan jejak mereka. Hal ini diterangkan dalam firman-Nya,

وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرفَقًا

“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” (QS. Al-Kahfi: 16)

Raja dan kaumnya terus mencari para pemuda Ashabul Kahfi, tapi tidak menemukannya. Bahkan Allah membutakan raja dan kaumnya untuk mendapatkan berita para pemuda tersebut. Hal ini sebagaimana Allah membutakan kaum kafir Quraisy yang memburu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan Abu Bakar al-Shiddiq, saat keduanya bersembunyi di gua Tsur dalam keberangkatan hijrah ke Madinah. Padahal Kafir Quraisy telah melalui tempat persembunyian Rasulullah dan Abu Bakar, namun mereka tidak mendapatkan keduanya.

Nah, pada saat mereka akan memasuki gua di sebuah gunung, tempat sembunyi dan berlindung dari raja dan kaumnya yang kafir, mereka berdoa kepada Allah Ta’ala saat memasukinya, memohon rahmat dan kebaikan-Nya,

رَبَّنَا آَتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”.” (QS. Al-Kahfi: 10)

Maksudnya: Anugerahkan kepada kami rahmat dari sisi-Mu, yang dengannya Engkau rahmati kami dan selamatkan kami dari kaum kami. Dan tetapkanlah petunjuk yang lurus kepada kami dalam urusan kami. Dengan kata lain, jadkanlah kesudahan akhir kami di bawah petunjuk yang lurus. Sebagaimana doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْآخِرَةِ

“Ya Allah, jadikanlah baik akhir kesudahan kami dalam semua urusan, dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan azab akhirat.” (HR. Ahmad dari Busr bin Arthah al-Qurasyi)

Kemudian Allah menurunkan urusan-Nya kepada mereka, menjadikan mereka tertidur bertahun-tahun lamanya sesaat sesudah mereka memasuki goa, yakni 309 tahun. Dan saat mereka terbangun, kondisi masyarakat sudah berubah. Raja yang berkuasa adalah seorang muslim yang menurut satu riwayat namanya, Yandusus. Rakyatnya juga demikian. Sehingga saat raja dan rakyatnya menemui mereka di dalam goa, para Ashabul Kahfi merasa bahagia dan bercengkrama bersamanya. Kemudian mereka meninggalkan para pemuda tersebut dan mengucapkan salam kepada mereka. Lalu mereka kembali ke tempat pembaringan mereka sehingga Allah mewafatkan mereka. Wallahu Ta’ala a’lam.

Sumber:
http://hizbut-tahrir.or.id/2012/02/28/mengharap-rahmat-dan-ampunan-allah-swt/
http://www.voa-islam.com/lintasberita/suaraislam/2010/08/04/8898/jangan-berputus-asa-dari-rahmat-allah/
http://www.voa-islam.com/islamia/doa/2011/12/24/17162/doa-ashabul-kahfi-memohon-rahmat-dan-bimbingan-allah-saat-terancam/
teruntuk kau.. apapun.. jangan pernah berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah.

Disadur dari : http://www.kampusdesa.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar